Review Buku: The School for Good and Evil (Soman Chainani)


 Tentang Buku

Judul: The School for Good And Evil
Judul Terjemahan: Sekolah Kebaikan dan Kejahatan
Penulis: Soman Chainani
Penerjemah: Kartika Sofyan
Penerbit: Bhuana Sastra 
Genre: Fiksi 
Tahun terbit: Cetakan ke-4 Agustus 2015
Tebal: 580 halaman
ISBN: 978-602-249-756-1

Blurb

 Tahun ini, Sophie dan Agatha digadang-gadang menjadi murid Sekolah Kebaikan dan Kejahatan yang legendaris tempat anak-anak laki-laki dan perempuan dididik menjadi pahlawan dan penjahat dalam dongeng.
Dengan gaun pink, sepatu kaca, dan kenyataannya pada kebajikan, Sophie sangat yakin akan menjadi lulusan terbaik Sekolah Kebaikan sebagai putri dalam dongeng.
Sementara itu, Agatha, dengan rok terusan warna hitam yang tak berlekuk, kucing peliharaan yang nakal, dan kebenciannya pada hampir semua orang, tampak wajar dan alami untuk menjadi murid Sekolah Kejahatan.
 Namun ketika kedua gadis itu diculik oleh Sang Guru, terjadi sebuah kesalahan. Sophie dibuang ke Sekolah Kejahatan untuk mempelajari Kutukan Kematian; sementara Agatha masuk ke Sekolah Kebaikan bersama para pangeran tampan dan putri cantik mempelajari Etiket Putri. Bagaimana jika ternyata kesalahan ini adalah petunjuk pertama untuk mengungkapkan diri Sophie dan Agatha yang sesungguhnya?
 Sekolah Kebaikan dan Kejahatan menawarkan petualangan luar biasa dalam dunia dongeng yang menakjubkan, di mana satu-satunya jalan keluar dari dongeng adalah... bertahan hidup. Di sekolah Kebaikan dan Kejahatan, kalah bertarung dalam dongengmu bukanlah pilihan.

Tentang The School for Good and Evil

The School for Good and Evil, atau Sekolah Kebaikan dan Kejahatan. Merupakan novel karya penulis Amerika, Soman Chainani.

Novel ini mengisahkan tentang dua orang gadis asal Gavaldon bernama Sophie dan Agatha. Keduanya berteman dekat bahkan bersahabat, meski memiliki sifat yang bertolak belakang. Sophie, gadis pirang yang suka berdandan, Sementara sahabatnya Agatha gadis penyendiri yang sering disebut penyihir karena kepribadiannya yang misterius dan tempat tinggalnya yang berada di bukit kuburan.

Sophie. Gadis itu sangat terobsesi dengan buku-buku dongeng yang ada di Toko Buku Mr. Deauville. Ia bertingkah seperti putri dan sering memuji dirinya sendiri bahwa ia adalah anak yang baik. Sophie bahkan memiliki kepercayaan diri yang tinggi bahwa--ketika Sang Guru datang dan menculiknya nanti, ia akan menjadi lulusan terbaik Sekolah Kebaikan. Dan itu merupakan cerita yang selalu ia ungkapkan kepada sahabatnya yang sama sekali tidak tertarik dengan ocehannya itu.

Sama seperti yang ada di blurb. Sophie dan Agatha akhirnya di bawa pergi oleh Sang Guru--meninggalkan Gavaldon menuju sekolah Kebaikan dan Kejahatan. Akan tetapi Sang Guru salah menempatkan kedua anak itu. Sophie, si cantik yang sudah berdandan selayaknya seorang putri jatuh ke dalam kolam penuh lumpur yang artinya ia berada di Sekolah Kejahatan. Sementara sahabatnya yang penyendiri, kotor, dan bau berada di kastel Kebaikan yang penuh dengan gadis cantik, anggun, dan menawan. Jauh berbeda dengan kondisinya saat ini.

Kekeliruan itu membuat keduanya memberontak marah dan memohon dengan segala cara agar para guru di kastel Kebaikan maupun Kejahatan mau mengembalikan mereka ke kastel yang tepat. 
Meski begitu, setelah pertemuan antara Sophie dan Agatha berlangsung, Sophie sangat marah kepada Agatha karena anak itu sering ikut campur dan merusak rencananya. Ia marah karena Agatha merebut semua yang dimilikinya sehingga membuatnya terjebak di sekolah yang kumuh dan menjijikkan itu. Dan sekarang, dengan segenap usahanya Sophie ingin membuktikan kepada para guru dan semua anak-anak Naver, bahwa ia adalah seorang Ever, seorang putri, anak baik yang tidak ingin melukai siapapun. Dan semangat Sophie untuk keluar dari Sekolah Kejahatan semakin menggebu ketika ia bertemu dengan pria tampan bernama Tedros, putra raja Arthur.

Berbeda dengan Agatha yang merengek ingin pulang ke Gavaldon. Ada banyak cara yang gadis itu lakukan agar Sophie mau ikut dengannya. Dan rencana itu berhasil, Sophie bersedia mengikuti Agatha untuk menemui Sang Guru dan bertanya kepadanya cara keluar dari tempat ini. Dan jawaban dari pertanyaan mereka berdua adalah..

Teka-teki

Mereka harus menjawab teka-teki yang diberikan oleh Sang Guru. Dengan begitu, mereka dapat kembali ke Gavaldon. 

Namun, teka-teki apa yang harus mereka pecahkan? Apakah ciuman dari seorang pangeran tampan seperti Tedros mampu membawa kedua gadis itu kembali pulang ke Gavaldon? Bagaimana kisah selanjutnya? Silahkan baca bukunya :)

Review Buku

Novel dengan ending mengejutkan. Novel karya Soman Chainani merupakan novel fiksi yang paling lama saya selesaikan karena ceritanya terlalu bagus. Saking bagusnya novel ini, saya sampai enggak berani untuk menyelesaikannya karena buku ketiganya belum saya beli. Dan bakal gawat kalau saya habiskan tahun ini. (karena belum beli buku lagi hikss)

Akan tetapi, setelah kebosanan melanda, saya jadi ingin menyelesaikan novel ini. 
Alur cerita yang enggak bikin bosan serta gaya penyampaian penulis yang menurut saya asik untuk dibaca membuat saya semakin semangat untuk cepat-cepat menyelesaikan novel ini.

Sejujurnya, saya ingin menceritakan lebih banyak lagi Tentang The School for Good and Evil kepada kalian karena novelnya memang sebagus itu. Tapi setelah saya pikir-pikir lagi, ada baiknya jika para pembaca membaca bukunya secara langsung karena tantangan-tantangan yang menegangkan, yang disajikan penulis dalam buku ini lebih seru untuk dibaca tanpa ada spoiler sedikit-pun.

Buku ini menggunakan sudut pandang orang ketiga. Di setiap bab terdapat ilustrasi-ilustrasi menarik yang menggambarkan isi keseluruhan bab tersebut. Untuk penokohan tentu dapat dibedakan secara jelas. Tokoh Sophie yang bebal, egois dan licik, sementara tokoh Agatha yang lemah, namun cerdas dapat dibedakan dengan cepat. Walaupun enggak melekat-melekat banget, menurut saya watak dari kedua tokoh tersebut dapat dikenali dengan mudah. Dan penulis mampu membuat kedua karakter pada buku ini--saya pikirkan ketika saya sedang bosan.

Jujur ketika membaca buku ini saya jadi teringat dengan novel Harry Potter karya J.K Rowling. Yang jahat berhubungan dengan sihir-sihir dan lainnya, tentu novel karya Rowling dapat muncul di pikiran saya dengan cepat.
Tapi saya enggak nyangka kalau Sekolah Kejahatan bakal sejahat itu, dan cara penulis mendeskripsikan Sekolah Kejahatan mampu membuat saya geli dan meringis ketika membacanya. Tokoh pendamping seperti Dot, Hester, Anadil, Beatrix, Tedros bahkan Tristan juga dapat dibedakan, meski porsi tokoh-tokoh tersebut enggak terlalu banyak ditunjukkan pada novel ini. 

Ada beberapa bagian dari cerita yang enggak saya suka. Mungkin karena saya adalah pembaca yang sangat adil dan memikirkan perasaan setiap tokoh (tokoh pendamping sekalipun), saya jadi kurang suka dengan bagian tertentu yang penulis sampaikan pada novel ini. Enggak semua tapi beberapa bagian itu dapat saya ingat sampai hari ini. Dan itu lumayan menyakitkan. Beberapa bagian lainnya yang enggak saya suka dari buku ini adalah endingnya. Saya enggak nyangka aja kalau endingnya akan seperti itu, dan itu membuat saya malas untuk membaca buku keduanya. 
Meski menggunakan sudut pandang orang ketiga, cara penulis menyampaikan kisahnya terkesan lambat dan beberapa bagian kurang penting yang ditambahkan pada cerita mampu membuat saya bosan dan memilih untuk melewatinya. Lalu perubahan lainnya yang dilakukan secara mendadak juga bikin saya kesal dan terkesan terlalu tiba-tiba. 
Meski begitu, kekurangan pada buku ini yang kadang hanya saya saja yang merasakannya dapat dianggap sebagai angin lalu, karena selera orang berbeda-beda. Namun untuk keseluruhan ceritanya masih oke lah, yang penting jangan ber-ekspektasi terlalu tinggi aja.

Untuk cerita fantasi menurut saya buku ini sangat cocok untuk dibaca oleh siapa saja. Selain pembawaannya yang ringan, konflik yang disajikan atau sihir dan mantra yang dituliskan penulis masih bisa kita imajinasikan dengan baik. 


Cover

Cover pada buku The School for Good and Evil ini sangat cantik. Entah kenapa meski terkesan seperti dongeng bocah, menurut saya cover pada novel ini sangat-sangat indah untuk di pajang di rak buku. 
Terdapat karakter Agatha dan Sophie pada bagian tengah, dan juga angsa hitam--putih yang mewakili jati diri mereka. 

Di bawah gambar kedua tokoh, terdapat judul buku dan sepenggal kalimat yang wajib kalian jawab jika sudah menyelesaikan novel ini. 
Di bagian paling atas terdapat tulisan New York Times Bestseller, dan di sebelah kanannya terdapat logo penerbit.


Di bagian belakang buku terdapat sinopsis, genre buku, dan juga media sosial penerbit.

Novel The School for Good and Evil ini memiliki beberapa series. 
Berikut series kelanjutan novel The School for Good and Evil, yang--sekaligus menghubungkan ke website gramedia. 


Dari buku The School for Good and Evil, kita dapat belajar untuk tidak menilai seseorang dari penampilannya saja, akan tetapi dari hatinya. Dan kita harus menghargai sosok sahabat yang sudah ada dan mendampingi kita, bukan ditinggal demi seorang cowok yang tidak pernah menganggap kita siapa-siapa.

Untuk harga, buku School for Good and Evil jilid 1 dijual dengan harga Rp. 125.000 (harga gramedia) untuk link pembelian silahkan klik link yang ada di atas.

Sepenggal kalimat favorit saya sebagai penutup review kali ini..

"Mereka tidak menyadari bahwa para penjahat tersebut adalah yang paling dekat dengan kita. Mereka tidak menyadari bahwa untuk mendapatkan akhir bahagia, pertama-tama seorang pahlawan harus melihat apa yang ada di depan matanya" (hal. 467)

 

Sekian untuk review buku kali ini. Saya sangat merekomendasikan buku ini kepada Anda semua sebagai hadiah untuk diri sendiri karena sudah bekerja keras. Terimakasih.










Yuk mampir:


Komentar

Top Review